Aku tersentak dari tidur nyenyakku. Cairan merah kental terus mengucur bagaikan air terjun Gunung Bintan. Hah aku tidak mau mengingatnya lagi. Cukup sekali aku melihatnya. Cukup dibawah alam sadarku.
“Eci, ayo bangun nak sudah sore”. Sentak ibu kepada Eci.
“Iya bu”. Jawab Eci.
Duduk ditempat tidur sambil menghelakan nafas. Melihat sudut kamar, memandang foto-foto indah sambil berfikir. Ibu terus memanggilku agar aku beranjak dari tempat tidurku.
“Ayo nak. Segera mandi, shalat. Nanti kamu telat kursusnya”. Panggilan ibu dengan lembut.
“Iya bu, sebentar lagi”. Jawab Eci kembali.
Aku beranjak dari tempat tidur menuju kamar mandi sambil berfikir dan menghitung jari.
“Baik, buruk, baik, buruk, baik… atau buruk ya…???” kata Eci dalam hati.
“Ah sudahlah, itu hanya bawaan di bawah alam sadarku saja”. Kata Eci dengan bodohnya.
Aku pun mandi, setelah mandi aku bergegas untuk solat.
“Bu, aku mau pergi kursus dulu”. Sapa Eci kepada ibunya.
“Kamu sudah solat nak? Kalau sudah boleh kamu pergi”. Tanya ibu kepada Eci.
“Sudah bu. Kalau begitu aku pergi dulu ya bu. Assalamualaikum”. Kata Eci dengan lembut.
“Walaikumsalam”. Jawab ibu.
Berjalan dan berfikir itulah kerjaku. Aku tiba di kursusku. Namun jiwa dan fikiranku tidak tau melayang kemana.
“Pak, ini bagaimana? Saya tidak mengerti .!!” Tanya Eci kepada gurunya.
“Tadi kan bapak sudah memberi tau, kemana aja fikiranmu itu!” Jawab Pak Guru dengan marah.
“Maaf pak konsentrasi saya buram”. Jawab Eci dangan lemah.
Jam sudah menunujukan waktu pulang, aku pun segera pulang. Namun bawaan dibawah alam sadarku itu tidak juga pudar dalam benakku. Tapi aku tetap berusaha untuk menghilangkannya.
Aku terpaku akan hal itu. Segala sesuatu yang aku lakukan, selalu hal itu yang hadir. Hati aku yang tak kunjung tenang, selalu bertanya-tanya. Aku bingung apa yang seharusnya aku lakukan. Aku tidak tau apa yang akan aku tuturkan. Aku tidak mengerti akan hal itu. Aku malu, jika aku bercerita kepada orang-orang didekatku.
Selembar kertas dalam buku ku ukir isi hatiku, dengan ketajaman pensil yang menusuk kertas itu.
Dear diary,
Aku bingung apa yang sekarang ada dalam benakku. Aku hanya bisa terdiam menatap sudut kamarku. Apa arti dari alam dibawah sadarku itu? Dia yang tidak pernah memberi kabar, menghubungi aku, berkomunikasi denganku, bahkan bertemu pun sudah tidak pernah.
Sekujur tubuh yang basah ku kira hanyalah tumpahan sirup merah, ternyata salah. Setetes darah yang membasuh dirinya, membuat aku tidak percaya akan hal itu.
Mengapa harus aku yang didatanginya? Tanda keburukan yang ada pada dirinya? Atau musibah yang akan jatuh pada dirinya?
Apa dia ingin menjumpai aku?? Atau jangan-jangan itu tanda kalu dia ingin menjauhi aku? Aku tidak bisa melakukan apa yang seharusnya aku lakukan. Setiap kali aku menghubunginya selalu berbunyi “nomor yang anda tuju sedang sibuk atau berada diluar jangkauan cobalah beberapa saat lagi”. Aku benar-benar tidak tau, siapa yang harus ku hubungi lagi.Huh, entah lah. Hanya waktu yang dapat berbicara.
Sampai sini dulu ya diary ku, kita sambung lain waktu lagi.
Wasalam
Eci
Ku tutup diary ku. Lagi-lagi ku terbaring, menghelakan nafas dan memandang foto-foto di sudut kamarku.
“Tidit-tidit”. Dering handphone ku tanda pesan masuk.
“Huh, Siapa lagi sih??!! Tidak tau apa orang lagi bingung”. Kataku dengan kesal.
Ku buka satu pesan diterima yang tertulis darinya Riki. Sebuah isi pesan yang membuat air mataku menetes. Kabar yang tak ingin aku dapatkan, kini sudah ku terima dengan tangisan.
“Eci, aku tidak bermaksud buat mengagetkanmu, menyedihkan, bahkan membuatmu meneteskan air mata dari bola matamu yang bulat itu. Sebuah kabar yang tak ingin kita dapatkan bersama, kini telah datang dan tak mungkin kita tolak. Sahabat kita tercinta, Febri mendapatkan musibah. Tadi, dia mengalami kecelakaan besar di Cendrawasih. Sekarang koma, dan sedang berada dalan ruang ICU. Aku harap kamu bisa menjenguknya. Terima kasih”. Begitu isi pesan yang aku dapatkan.
Handphone ku terhentak di atas tempat tidur mungilku. Air mata yang tak kunjung meredam membuat mataku merah, dan tidak seperti biasa.
“Aku sudah menemukan jawaban. Jawaban kecil namun membuatku meneteskan air mata ini”. Kataku dalam hati.
Darah yang aku pertanyakan??!! Yang selalu menghantui fikiran aku. Telah membasuh tubuh seseorang. Seseorang yang aku sayangi. Dia Febri, sahabat kecilku yang kini terbaring tak berdaya di sana, di sebuah ruangan kecil yang di isi penuh dengan keperawatan.